3 Hari Untuk Mengerti Arti Hidup (di Desa Putukrejo)

        

       Beberapa minggu lalu tepatnya tanggal 05 Mei 2017 Kelas Perekonomian Indonesia AA Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya membawaku ke sebuah desa yaitu desa Putukrejo, Kecamatan Kalipare, Malang Selatan. Dengan dampingan dari dosen kami yang sangat baik yaitu Ibu Yenny Kornitasari.Dan dari sinilah proses mengerti arti hidup dimulai. Mengapa saya katakan perjalanan ini memberikan banyak pelajaran untuk mengerti arti hidup?Ayo ikuti perjalanan ini.

Jumat, 05 Mei 2017
    Perjalanan ke desa di mulai pada pukul 16:30 WIB Putukrejo memakan waktu sekitar 2 sampai 3 jam dengan menggunakan sebuah truk TNI yang dapat memuat sekitar 30 orang dan tumpukan tas yang saya sendiri tidak tahu apa saja yang dibawa oleh teman-teman saya itu hehehe. Perjalanan ditempuh dengan jalan yang sangat berlika-liku seperti hidup ini yang penuh lika-liku, apalagi ketika hampir sampai ke sana penerangan jalan seperti lampu jalan hampir tidak terlihat lagi, dari sini saya bisa langsung dapat membayangkan seperti apa kondisi desa tersebut.
         Sekitar pukul 19:00 WIB sampailah kami di desa Putukrejo tersebut, dan sungguh amat bahagia kami disambut dengan sangat baik oleh Bapak dan Ibu Kepala Dusun di desa tersebut, sambil menggunakan almamater kebanggaan kami, kami dipersilahkan masuk oleh Bapak dan Ibu Kepala Dusun untuk berkumpul di dalam rumah beliau. Acara dibuka oleh ketua kelas kami Putri Wella Handayani dan Dosen kami Ibu Yenny  Kornitasari sebagai perwakilan dari kami bermaksud untuk meminta izin tinggal dan mengabdi di desa tersebut selama beberapa hari, kemudian disambung oleh Bapak Kepala Dusun dengan memperkenalkan desa tersebut mulai dari cara warga desa setempat bergaul, cara warga desa tersebut bekerja, dan kekurangan serta kelebihan apa yang ada di desa tersebut, ini agar kita bisa menyesuaikan keadaan kita dengan keadaan desa tersebut.





      Setelah acara penyambutan tibalah acara kedua yaitu pembagian kelompok. Kebetulan desa tersebut terbagi atas dua wilayah dan terpisah jauh dengan jarak sekitar 30 meter dan untuk akses kesana harus menggunakan kendaraan. Kami dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama ditempatkan di desa yang kami sebut desa 1 tempat Bapak Kepala Dusun yang tadi tinggal hehehe dan kelompok kedua di tempatkan di desa 2 yaitu desa yang jaraknya jauh tersebut. Dari kelompok yang dibagi dua tersebut dibagi lagi menjadi beberapa kelompok berpasang-pasangan, perempuan dengan perempuan dan laki-laki dengan laki-laki untuk ditempatkan di satu rumah yang berada di masing-masing desa.
        Saya berpasangan dengan rekan saya Nindia Marashinta, kami berdua ditempatkan dirumah Mbah Sutinem beliau sudah berumur sekitar 65 tahun dan beliau tinggal seorang diri. Kondisi rumah Mbah Sutinem sudah sangat tua dengan luas kira-kira 10x30 meter. Rumah tersebut hanya beratap seng dan kayu, lantai rumahnya juga masih dari tanah, terdapat tiga kamar yang luasnya kira-kira 3x3 meter dan tidak terdapat banyak perabot rumah diruang tamu beliau, yang ada hanya kursi dan meja, satu lemari dan satu kasur yang terdapat ruang tamu serta beberapa foto anak, menantu, dan cucu-cucunya yang ditempel didinding ruang tamu tersebut. Sedangkan dikamar beliau hanya terdapat satu kasur kecil dan satu bantal yang beliau gunakan kalau tidur. Kondisi dapur juga tidak terlalu banyak perabotan rumah tangga, hanya terdapat meja untuk meletakan perabotan masak, dan terdapat tempat masak dari kayu serta kompor gas yang tak terisi karena beliau tidak tahu memasang gas elpiji.








    Kondisi rumah Mbah Sutinem tidak terlepas dari cerita dan perjalanan hidup beliau selama berada dirumah tersebut. Saya dan teman saya Nindia menanyakan banyak hal terhadap beliau. Mbah Sutinem sudah lama tinggal seorang diri dirumah tersebut, beliau tidak memiliki pekerjaan, sehari-hari pekerjaan beliau hanya masak dan membantu tetanganya. Kondisi ekonomi beliau bisa dibilang cukup untuk memenuhi kebutuhan beliau seorang diri, sehari-hari beliau mendapat makanan dan sembako dari tetangganya dan dari bantuan pemerintah namun satu hal yang membuat beliau merasa tidak cukup adalah karena kesendirian beliau sehari-hari dalam menjalankan aktivitasnya.
Beliau ditinggal oleh suaminya yang sekarang sudah menikah lagi, beliau mengatakan bahwa suaminya pergi ketika selesai bekerja membangun rumah tetangganya, setelah itu dan sampai sekarang beliau tidak pernah kembali.
         Beliau memiliki dua orang anak yang sudah mempunyai keluarga sendiri dan tinggal jauh dari desa tersebut, kedua anak beliau hanya datang satahun sekali ketika hari raya Idul fitri tanpa ada kabar setiap harinya. Kesendirian beliau membuat beliau sering menangis sendiri sambil merenung merindukan kedua anaknya. Perbincangan panjang kami dengan Mbah Sutinem pun selesai, kami bersiap-siap untuk istirahat. Sebelum istirahat saya dan teman saya ingin cuci muka, dan kemi meminta Mbah Sutinem untuk mengantarkan kami ke kamar mandi, dan ternyata kamar mandi beliau ada diluar rumah, dan hanya terdapat sumur dengan air yang keruh dan tidak ada penutup dan ini yang membuat kami berdua merasa sedikit susah jika mau buang air. Singkat cerita kami istirahat dengan nyenyak meskipun cuacanya agak sedikit dingin.

Sabtu, 06 Mei 2017
       Keesokan harinya sekitar pukul 4 subuh kami terbangun karena Mbah Sutinem sudah bangun dan mulai masak didapur, mau tidak mau kami harus membantu beliau memasak untuk sarapan kita pada saat itu. Kami pun sarapan bersama-sama sambil bercerita. Setelah itu Mbah Sutinem pergi seharian untuk membantu tetangganya memasak untuk acara tahlilan. Selama beliau membantu memasak di rumah tetangganya kami membersihkan rumah beliau mulai dari dalam dan luar. Karena beliau menghabiskan waktu hampir seharian dirumah tetangganya kami jadi tidak punya banyak waktu dengan beliau.
      Siang harinya kami berkumpul dirumah kosong untuk mempersiapkan kegiatan mengajar di masjid untuk sore hari. 




      Sore harinya kami bergegas pergi ke masjid untuk melakukan acara mengajar. Disana kami menjelaskan kepada mereka profesi-profesi apa saja yang ada di Indonesia dan membuat lomba membuat celengan Meskipun saya adalah non-muslim, tapi saya merasa sangat bahagia bisa berbagi kasih dan berbagi ilmu dengan anak-anak tersebut. 








      Singkat cerita kami pulang kerumah masing-masing dan sesampai dirumah, saya dan teman saya Nindia disambut oleh Mbah Sutinem dengan banyak makanan yang beliau bawa dari rumah tetangganya, beliau memaksa kami untuk makan, meskipun kami tidak terlalu lapar pada saat itu. Akhirnya kami pun makan bersama sambil mengobrol. Beliau mengatakan bahwa beliau sering mendapat makanan yang banyak dari tetangganya tapi ketika sedang makan sendirian, beliau sering menjatuhkan air mata karena hanya bisa makan seorang diri tanpa ditemani oleh anak-anaknya. Beliau mengatakan beliau sering mengajak anaknya makan melalui foto anaknya yang ada di dinding rumah beliau. Perasaan kami berdua sangat sedih, karena kami belajar bahwa ternyata kebahagiaan itu tidak dapat dinilai dari seberapa banyak harta yang kita punya. Singkat cerita kami pun istirahat setelah mengobrol panjang dengan Mbah Sutinem.

Minggu, 07 Mei 2017
        Keesokan harinya seperti biasa kami terbangun jam 4 subuh karena Mbah Sutinem sudah terlebih dahulu bangun untuk menyiapkan sarapan, kami pun membantu beliau  memansakan makanan sisa kemarin malam dan kamipun sarapan bersama dan setelah itu kami membersihkan ruma beliau dan bersiap-siap untuk mandi. 
       Sekitar pukul 9 pagi kami berdua pamit ke Mbah Sutimen untuk berkumpul dirumah kosong untuk menyiapkan sembako dan lain-lain untuk acara puncak kita. Sembako nantinya akan di berikan kepada tuan rumah yang kita tempati masing-masing sebagai tanda terimakasih sudah memberikan izin untuk mengabdi di desa terebut. Dan sekalin itu kami melakukan masak bersama utuk nantinya makan bersama dengan Bapak dan Ibu Kepala Dusun beserta dengan dosen yang ada untuk menutup acara. Proses masak pun berlangsung cepat karena hampir semua perempuan baik dari desa 1 dan desa 2 membantu memasak makanan untuk makan bersama nanti.



      Singkat cerita tibalah penghujung acara kita. Sembako yang tadi sudah dikemas diberikan kepada masing-masing kelompok untuk diberikan kepada tuan rumah tempat kita tinggal masing-masing. Saya dan Nindia kembali kerumah Mbah Sutinem. Kami meminta izin pulang dan mengucapkan banyak ucapan terima kasih karena selama 3 hari tersebut beliau sudah menerima kami, dan memberikan banyak pelajaran bagi kami berdua. Mbah Sutinem pun merasa sangat sedih dan hampir berlinang air mata karena beliau tidakpunya teman untuk mengobrol lagi, dengan pelukan hangat kami memberikan semangat kepada beliau, dan berdoa semoga beliau diberi kesehatan dan kebahagiaan setiap harinya. 



      Tibalah di penghujung acara, kami semua berkumpul di rumah kosong untuk melakukan makan bersama dengan dosen dan setelah itu bergegas pulang.       


      Banyak sekali pelajaran yang kami dapatkan selama 3 hari tersebut, salah satu pelajaran terbesar yang saya dapatkan adalah untuk selalu bersyukur. Terkadang kita masih mengeluh karena tidak mendapat apa yang kita mau, tetapi padahal sesuatu yang sudah kita punya itu belum tentu dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kita harus selalu bersykur masih bisa diberikan kecukupan dalam segala hal yang kita punya. Kesan saya selama berada di Desa putukrejo tersebut sangat terkesan dengan warga-warga desa yang sangat ramah dan tidak pelit hehehe, kami tidak pernah merasa kelaparan, setiap deti
     Terimakasih Mbah Sutinem, terimakasih warga Putukrejo. Sampai bertemu kembali dilain waktu.



Komentar

Postingan Populer